Profil Desa Sridadi
Ketahui informasi secara rinci Desa Sridadi mulai dari sejarah, kepala daerah, dan data lainnya.
Tentang Kami
Profil Desa Sridadi, Kecamatan Sirampog, Brebes, menyoroti potensi agrikultur sayuran dataran tinggi dan kopi Arabika. Wilayah ini menghadapi tantangan kebencanaan tanah bergerak, namun menunjukkan resiliensi masyarakat dan potensi pengembangan ekonomi kr
-
Pusat Agrikultur Dataran Tinggi
Sridadi merupakan penghasil utama sayuran bernilai ekonomis tinggi seperti daun bawang, kubis, dan kentang, serta memiliki potensi besar dalam pengembangan budidaya kopi Arabika berkualitas
-
Tantangan Geografis dan Kebencanaan
Berada di wilayah pegunungan yang rawan, desa ini menghadapi risiko bencana alam, terutama tanah bergerak, yang menjadi tantangan signifikan bagi pemerintah dan masyarakat setempat dalam tata ruang dan mitigasi
-
Potensi Ekonomi dan Pariwisata Terpadu
Selain pertanian, bentang alam Sridadi yang indah menawarkan potensi pariwisata berbasis alam yang dapat diintegrasikan dengan sektor agrikultur untuk menciptakan ekosistem ekonomi desa yang mandiri dan berkelanjutan

Desa Sridadi, sebuah wilayah yang terletak di Kecamatan Sirampog, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, menampilkan wajah ganda yang kontras. Di satu sisi, desa ini diberkahi dengan tanah subur yang menjadikannya sebagai salah satu lumbung sayuran dan kopi di kawasan Brebes selatan. Di sisi lain, lokasinya di lereng pegunungan membawa tantangan kebencanaan yang menuntut ketangguhan warganya. Profil ini mengupas secara mendalam kondisi geografis, demografi, potensi ekonomi, serta dinamika sosial kemasyarakatan yang membentuk Desa Sridadi saat ini.
Berjarak sekitar 60 kilometer dari ibu kota Kabupaten Brebes, Desa Sridadi merupakan salah satu desa di dataran tinggi yang menjadi penopang sektor agrikultur regional. Akses menuju desa ini ditempuh melalui jalur Prupuk, menyajikan pemandangan alam khas pegunungan yang menanjak dan berkelok. Dengan posisinya yang strategis sebagai penghasil komoditas pertanian, Sridadi memegang peranan penting dalam rantai pasok pangan, sekaligus menyimpan potensi pengembangan yang masih dapat dioptimalkan. Namun dinamika alam juga menjadi faktor penentu utama dalam perencanaan pembangunan dan kehidupan masyarakatnya.
Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif
Secara geografis, Desa Sridadi terletak pada koordinat 7°13′31″ Lintang Selatan dan 109°5′23″ Bujur Timur. Topografi wilayahnya didominasi oleh perbukitan dan lereng dengan ketinggian bervariasi, bahkan beberapa area di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Kondisi ini menciptakan iklim yang sejuk, sangat ideal untuk budidaya tanaman hortikultura dan perkebunan tertentu.
Luas wilayah Desa Sridadi secara definitif belum tercatat secara luas dalam publikasi statistik resmi, sehingga data kepadatan penduduk belum dapat dihitung secara akurat. Namun, data penggunaan lahan menunjukkan area pertanian yang sangat luas, dengan lahan pertanian produktif mencakup sekitar 500 hektare. Wilayah desa ini secara administratif berbatasan langsung dengan beberapa desa lain. Di sebelah utara, Sridadi berbatasan dengan Desa Kaligiri, Desa Mendala dan sebagian wilayah Kabupaten Tegal. Sebelah timur berbatasan dengan Desa Batursari dan Desa Dawuhan. Batas selatan bersebelahan dengan Desa Wanareja dan Desa Plompong, sementara di sebelah barat berbatasan dengan Desa Mlayang dan Desa Mendala.
Letak yang diapit oleh banyak desa lain menjadikan Sridadi sebagai salah satu simpul interaksi sosial dan ekonomi di Kecamatan Sirampog. Keberadaan Pasar Sridadi juga memperkuat perannya sebagai pusat kegiatan ekonomi lokal bagi warga Sridadi dan desa-desa sekitarnya.
Demografi dan Struktur Kependudukan
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Brebes, jumlah penduduk Desa Sridadi pada tahun 2023 tercatat sebanyak 8.651 jiwa. Populasi ini terdiri dari 4.420 penduduk laki-laki dan 4.231 penduduk perempuan. Data ini menunjukkan rasio jenis kelamin yang relatif seimbang di dalam komunitas. Angka ini berbeda dengan data yang disajikan oleh portal digital desa, yang mencatat populasi sebanyak 11.022 jiwa. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh metodologi pendataan yang berbeda, di mana data portal desa mungkin mencakup penduduk non-permanen atau diperbarui secara lebih dinamis.
Sebagian besar penduduk Desa Sridadi menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Struktur sosial masyarakatnya sangat erat, terbangun dari kesamaan profesi dan tantangan hidup di lingkungan pegunungan. Pola pemukiman penduduk cenderung menyebar dalam beberapa dukuh atau pedukuhan, seperti Dukuh Pringanamba, Dukuh Limbangan, dan Dukuh Karanganyar. Pola pemukiman yang tersebar ini menjadi ciri khas desa-desa di wilayah pegunungan, menyesuaikan dengan kontur lahan yang ada.
Dalam beberapa tahun terakhir, dinamika kependudukan Sridadi turut dipengaruhi oleh peristiwa alam. Bencana tanah bergerak yang terjadi pada tahun 2022 dan 2024 memaksa sebagian warga, terutama di Dukuh Limbangan dan Karanganyar, untuk mengungsi dan menjalani program relokasi. "Pergerakan tanah ini terjadi sejak hujan deras turun terus-menerus. Akibatnya, banyak rumah mengalami kerusakan," ujar Sudiryo, Kepala Desa Sridadi, dalam sebuah pernyataan kepada media pada Februari 2024. Peristiwa ini tidak hanya berdampak pada aspek fisik dan ekonomi, tetapi juga sosial, di mana puluhan kepala keluarga harus beradaptasi dengan lingkungan baru.
Perekonomian Berbasis Agrikultur Unggulan
Perekonomian Desa Sridadi berdetak seirama dengan aktivitas pertaniannya. Tanah yang subur dan iklim yang mendukung menjadikan desa ini sebagai produsen utama komoditas sayuran dataran tinggi. Tiga komoditas utama yang menjadi andalan yakni daun bawang (sering disebut teropong), kubis (kol), dan sawi (caisim). Hasil panen dari komoditas ini tidak hanya memenuhi kebutuhan pasar lokal di Brebes, tetapi juga dikirim ke kota-kota besar lainnya. Selain itu, petani setempat juga membudidayakan kentang, pisang, dan jagung sebagai diversifikasi produk.
Dalam beberapa tahun terakhir, Desa Sridadi mulai dikenal sebagai penghasil kopi potensial. Dengan ketinggian lahan yang ideal, kopi jenis Arabika tumbuh subur dan menghasilkan biji berkualitas tinggi. Data tahun 2021 menunjukkan, luas perkebunan kopi rakyat di desa ini mencapai 118,47 hektare dengan total produksi gabungan kopi Robusta dan Arabika mencapai 393,9 ton. Potensi ini menarik perhatian institusi pendidikan untuk melakukan pemberdayaan. Universitas Peradaban, misalnya, menjalankan program pemberdayaan ekonomi desa pada periode 2024-2026 yang didukung oleh Kemendikbudristek. Program ini berfokus pada peningkatan kemandirian ekonomi melalui inovasi budidaya dan pengolahan kopi, dengan menggandeng mitra lokal seperti Kelompok Tani Berkah Abadi dan unit usaha Kopi Sirampog Estate.
Inisiatif ini bertujuan untuk meningkatkan nilai jual kopi Sridadi, dari sekadar menjual bahan mentah menjadi produk olahan yang memiliki merek dan daya saing. Melalui pelatihan teknis budidaya, pengolahan pascapanen, dan strategi pemasaran, diharapkan kopi Sridadi dapat menembus pasar yang lebih luas dan secara signifikan meningkatkan pendapatan petani setempat.
Tantangan Bencana dan Resiliensi Masyarakat
Di balik potensinya yang besar, Desa Sridadi menyimpan kerentanan tinggi terhadap bencana geologis. Kondisi tanah yang labil diperparah oleh curah hujan tinggi membuat beberapa wilayah di desa ini rawan terhadap bencana tanah bergerak atau longsor. Peristiwa yang terjadi pada awal 2024 di Dukuh Limbangan menjadi bukti nyata dari ancaman tersebut. Puluhan rumah dilaporkan rusak dan lebih dari 55 kepala keluarga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman, seperti pondok pesantren dan balai latihan kerja setempat.
Pemerintah Kabupaten Brebes bersama Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan lembaga lainnya, seperti Baznas, telah turun tangan untuk memberikan bantuan darurat serta merencanakan solusi jangka panjang. Salah satu langkah yang ditempuh yakni program relokasi bagi warga terdampak. Lahan untuk hunian tetap telah disiapkan di lokasi yang lebih aman berdasarkan kajian dari Badan Geologi Nasional. Proses ini menunjukkan adanya sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Kejadian ini juga menumbuhkan resiliensi atau daya lenting di kalangan masyarakat. Secara swadaya, warga bergotong royong mendirikan dapur umum dan saling membantu selama masa tanggap darurat. Semangat kebersamaan ini menjadi modal sosial yang sangat berharga dalam menghadapi tantangan alam yang tidak terduga, membuktikan bahwa komunitas Sridadi memiliki ikatan sosial yang kuat untuk bangkit kembali.
Potensi Pariwisata dan Pengembangan Masa Depan
Bentang alam pegunungan yang dimiliki Desa Sridadi merupakan aset yang belum tergarap maksimal untuk sektor pariwisata. Pemandangan perbukitan hijau, udara yang sejuk, dan hamparan lahan pertanian sayur menjadi daya tarik visual yang kuat. Beberapa kalangan, termasuk mahasiswa yang pernah melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di desa ini, melihat potensi pengembangan pariwisata berbasis alam. Ide-ide seperti pembuatan agrowisata petik sayur, kebun bunga, area perkemahan, hingga spot-spot foto yang instagramable dinilai sangat relevan untuk dikembangkan.
Salah satu lokasi spesifik yang disebut memiliki potensi besar yakni kawasan Gunung Rangda di Dukuh Pringanamba. Dengan pengelolaan yang tepat, area ini dapat dikembangkan menjadi destinasi wisata lokal baru di Kabupaten Brebes. Pengembangan pariwisata ini dapat diintegrasikan dengan potensi agrikultur yang sudah ada. Wisatawan tidak hanya menikmati keindahan alam, tetapi juga dapat belajar tentang budidaya sayuran organik, proses pengolahan kopi dari hulu ke hilir, serta membeli produk-produk unggulan desa secara langsung.
Ke depan, Desa Sridadi berdiri di persimpangan jalan antara memaksimalkan potensi ekonomi dan memitigasi risiko bencana. Peran pemerintah desa, yang dipimpin oleh Kepala Desa Sudiryo, menjadi krusial dalam menavigasi kedua aspek ini. Perencanaan tata ruang yang cermat, edukasi mitigasi bencana kepada masyarakat, serta inovasi dalam pengembangan ekonomi berbasis potensi lokal merupakan kunci untuk mewujudkan Sridadi sebagai desa yang maju, mandiri, dan tangguh bencana. Kolaborasi dengan pihak eksternal, seperti akademisi dan sektor swasta, akan semakin mempercepat laju pembangunan desa ini menuju masa depan yang lebih cerah.